Cikarang, 25 Juli 2025 — Menjadi mahasiswa sekaligus bagian dari organisasi seperti AIESEC tentu bukan perkara mudah. Hal ini juga dirasakan oleh Kania Naifah Syahira, atau yang akrab disapa Kania. Perjalanannya di AIESEC dimulai hampir dua tahun lalu saat ia bergabung sebagai Project and Internal Quality Staff. Sebagai seorang introvert, berada di tengah banyak orang dan harus memberanikan diri berbicara di depan umum adalah tantangan besar yang begitu menguras energi. Namun, ia percaya bahwa growth begins with discomfort. Justru dari rasa tidak nyaman itulah, Kania memulai proses bertumbuhnya.
Setelah satu tahun menjalani peran sebagai staff, Kania memutuskan untuk melangkah lebih jauh. Di tahun keduanya, ia mengambil tanggung jawab yang lebih besar sebagai Local Committee Vice President of Finance, Governance & Legality (LCVP FGL). Ia sadar bahwa posisi ini akan menuntut banyak waktu dan energi. Tapi tekadnya kuat—ia tahu bahwa pembelajaran di kampus perlu diimbangi dengan pengalaman organisasi yang membentuk karakter dan kemampuan kepemimpinan.
Kania mulai menerapkan disiplin dalam manajemen waktunya. Ia berusaha menyelesaikan tugas kuliah sesegera mungkin setelah diberikan, agar ia memiliki ruang untuk fokus pada tanggung jawabnya di AIESEC. Strategi sederhana ini ternyata efektif untuk menjaga produktivitas di dua ranah yang berbeda. Dan siapa sangka, alat sesederhana Google Calendar menjadi penyelamatnya? Dengan kalender warna-warni yang ia susun, semua jadwal, tugas, dan agenda tercatat dengan rapi. “Asal kita mengenal diri sendiri dan bisa mengatur waktu, produktivitas pasti menyusul,” ungkapnya.
Titik Balik: Dari Rasa Frustrasi Menjadi Rasa Bangga
Tantangan terbesar datang di masa transisi menuju peran LCVP. Kania harus menyusun budget plan untuk satu tahun penuh, berkoordinasi lintas departemen, dan mempelajari berbagai tools keuangan yang belum pernah ia gunakan sebelumnya. Situasi semakin sulit ketika audit internal datang hanya 12 jam setelah ia resmi menjabat. Ia nyaris kewalahan. Tapi ia tahu, saat di hadapan tim, ia harus tampil kuat. Usahanya pun tidak sia-sia. Audit berjalan dengan hasil yang valid, laporan keuangan terpantau rapi, dan departemennya berhasil masuk dalam leaderboard nasional. “Lelah, tapi terbayar lunas,” katanya lega
Menjadi Pemimpin, Ciptakan Rasa Aman Seperti Rumah
Merantau ke Cikarang untuk kuliah membuat Kania merasa kesepian dan rindu rumah. Tanpa keluarga, ia harus belajar hidup mandiri. Dalam masa sulit itu, AIESEC hadir sebagai tempat aman. “Aku ingin FGL terasa seperti rumah. Tempat di mana orang merasa diterima dan tidak kesepian,” ujarnya. Ia pun berusaha menciptakan lingkungan penuh dukungan bagi timnya, seperti yang dulu ia butuhkan.
Kania tak hanya tumbuh secara personal, tapi juga menemukan panggilannya sebagai pemimpin. Terinspirasi oleh pendahulunya, ia pun mengambil langkah besar menjadi LCVP. Baginya, kepemimpinan bukan sekadar gelar, tapi tentang tanggung jawab dan dampak. Ia ingin meninggalkan warisan, seperti yang diberikan oleh pemimpinnya dulu.
Sebagai LCVP FGL, ia menghadapi tantangan besar: tidak hanya harus memahami aspek teknis keuangan, tapi juga memastikan anggotanya bertumbuh. Ia memimpin dengan pendekatan humanis—melakukan planning, tracking, dan evaluation setiap bulan, serta menghadirkan lead space sebagai ruang refleksi dan penguatan tim.
Momen Kemenangan: Saat FGL Jadi Juara
Pada tanggal 28 Juni lalu, kerja keras tim FGL membuahkan hasil. Mereka berhasil meraih Finance Award di National Functional Conference (NFC) 2025, yang diselenggarakan oleh AIESEC in UGM. Meski sempat merasa ingin menyerah saat menyusun award submission, Kania tetap melanjutkan prosesnya karena dorongan dari teman-temannya dan komitmennya terhadap KPI tim.
Bagi Kania, kemenangan ini bukan soal piala. “Saat kami kirim submission, itu sudah cukup buatku. Karena itu bukti sejauh apa kami berkembang sebagai tim,” ujarnya haru. Ia pun mendedikasikan kemenangan ini untuk seluruh tim yang terus belajar dan berani beradaptasi.
Menemukan Diri yang Baru
Dulu, Kania adalah gadis pemalu yang takut bicara di depan orang. Kini, ia justru bersemangat menjadi fasilitator dan membawa sesi. Kepercayaan diri itu tumbuh seiring ia merasa diterima di lingkungan yang aman dan suportif. Bahkan MBTI-nya pun berubah dari introvert menjadi extrovert. Jika bisa mengirim pesan ke dirinya yang baru bergabung di AIESEC, Kania ingin berkata:
“Kania, lihat sejauh apa kamu telah melangkah. Semua tantangan dan begadang itu tidak sia-sia. Kamu sudah tumbuh jauh lebih hebat dari yang kamu bayangkan. Teruslah percaya, kamu mampu lebih dari yang kamu kira.”
Merasa bahwa perjalanan ini bukan sekadar tentang membagi waktu antara kuliah dan organisasi, tetapi tentang bertumbuh, bertahan, dan menemukan versi terbaik dari dirinya sendiri. Namun pada akhirnya, perjalanan seperti ini tidak terjadi begitu saja. Ia tercipta dari keberanian, keberanian untuk melangkah maju, keluar dari zona nyaman, dan menyambut setiap tantangan yang datang.
Karena sejatinya, pertumbuhan bukan milik mereka yang hanya menunggu, tetapi milik mereka yang berani mengambil langkah pertama menuju perjalanan itu sendiri.